Kasus dugaan suap dan proyek MCK di Desa Jatiwates, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang masih bergulir. Saat ini yang paling ditunggu, adalah hasil rekomendasi Inspektorat.
Kepala DPMD Jombang Solahudin Hadi Sucipto mengaku turun ke desa setelah polemik bagi-bagi amplop mulai muncul di media. Selama turun lapangan itu ia telah mendapat penjelasan dari pihak pemerintah desa, terkait asal usul uang yang dibagikan. “Ya, kalau menurut kades lama itu bagian dari honor TPK,” terangnya kemarin.
Disinggung kualitas bangunan MCK yang sempat dikeluhkan BPD sebelumnya, dia mengaku tidak tahu. Karena sejak awal, pihaknya tidak mendapat surat pengaduan atas keluhan yang disampaikan pihak BPD setempat. “Kan sejak awal suratnya hanya ke inspektorat, tidak ada tembusan ke kami (DPMD, Red). Karena sudah mulai ditangani Inspektorat, kita prinsipnya menunggu saja hasil dan rekomendasinya bagaimana,” tambah dia.
Dikonfirmasi terpisah, aparat penegak hukum di Jombang, baik kepolisian maupun kejaksaan juga sama-sama masih memantau. Kasatreskrim Polres Jombang, AKP Ambuka Yudha Hardi Putra menyebut masih akan mencari informasi lebih detail perihal polemik di Desa Jatiwates. “Saya belum tahu pasti bagaimana itu, kami akan gali informasi dulu ya,” ucap AKP Ambuka Yudha Hardi Putra.
Pihaknya juga akan menunggu hasil audit dan pemeriksaan yang masih dilakukan Inspektorat Jombang. Terlebih pada uraian apakah ada kerugian negara yang ditimbulkan atau tidak. “Polri dan Inspektorat saling koordinasi. Kalau ada laporan total lost yang merugikan negara atau terjadi korupsi ya kita proses,” tegasnya.
Hal senada disampaikan Kasi Intelejen Kejari Jombang Harry Rachmad yang juga masih menunggu. “Kita sebenarnya sudah meninjau juga, cuma karena sudah ditangani Inspektorat, jadi kita tunggu saja,” ucap dia.
Seperti diberitakan sebelumnya, BPD Jatiwates melaporkan dugaan penyuapan kepada Inspektorat Jombang, Januari lalu. Ini setelah ada sembilan amplop yang dibagikan kepada BPD usai mereka menyoroti proyek pembangunan MCK dari dana DD dan PID 2019 yang nilainya lebih dari Rp 300 juta. Sorotan itu dilontarkan karena tak sesuai RAB.