KARAWANG – Sejak mulai mengajar di tahun 1991, Wardi harus menahan buang air setiap kali beraktivitas di sekolah. Hal itu ia lakukan karena di sekolah tempat mengajar, yaitu SDN Kertawaluya III, Desa Kertawaluya, Kecamatan Tirtamulya, Kabupaten Karawang belum memiliki sarana sanitasi hingga hari ini. Imbasnya, ia didiagnosis menderita sakit batu ginjal. Tidak hanya Wardi, guru-guru lain juga harus menahan buang air. Sementara itu, banyak siswa sering buang air sembarangan karena sudah tidak bisa menahannya.
ACT Lakukan Pemberdayaan Pondok Pesantren Prasejahtera “Kalau (siswa) yang rumahnya dekat dan punya toilet, siswa pulang dulu setelah itu balik ke sekolah lagi. Kalau yang tidak punya (toilet) asal aja,” ujar Wardi saat diwawancarai ACTNews. Menurut tim program ACT Karawang, M Sidiq, sebagian masyarakat di Desa Kertawaluya masih belum memiliki sarana sanitasi di rumahnya. Masyarakat memanfaatkan sungai sebagai tempat buang air atau toilet yang berada di fasilitas umum. “Kami beberapa kali melakukan survey, ternyata memang masih banyak yang tidak punya toilet. Salah satu alasannya karena biaya pembuatan toilet dan sumur itu mahal, jadi belum mampu,” katanya.
Ketersediaan sanitasi layak berupa jamban keluarga di Kabupaten Karawang, berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang tahun 2018 mencapai 69,93%. Baca juga: Sambut Ramadhan, ACT Ajak Umat Islam Perbanyak Sedekah Sementara itu menurut data Kelompok Kerja Pembangunan Perumahan, Permukiman, Air Minum dan Sanitasi Nasional, Kementerian PPN/Bappenas tahun 2019, baru 7 dari 10 rumah tangga di Indonesia yang memiliki akses sanitasi layak. Selain itu, 1 dari 10 rumah tangga masih melakukan praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka.Praktik tersebut karena rumah tangga tidak memiliki fasilitas buang air besar dan/atau memiliki fasilitas tetapi tidak menggunakannya.
Sumber : https://daerah.sindonews.com/read/728409/701/tak-ada-toilet-di-sekolah-seorang-guru-tahan-buang-air-1648634606