Bekasi 28 April 2017, MUI menjalin kerjasama dengan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Muhammad Natsir mengenai rencana pembekalan ilmu lingkungan hidup dan air bersih terkait program Da’i Pedalaman atau Kafilah Dakwah, ialah program yang mewajibkan mahasiswanya untuk mengabdi menyebarkan dakwah ke pelosok Indonesia selama satu hingga dua tahun. Pada 11 Mei 2017, rencana tersebut pun ter-realisasikan. MUI memberikan seminar lokalatih serta pembekalan ilmu kepada calon-calon da’i pedalaman di STID Muhammad Natsir.
Sekitar lebih dari 100 mahasiswa hadir dalam seminar tersebut. Perwakilan MUI Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam (LPLH-SDA) serta pembicara seminar, Abdurrahman Hilabi dan Mifta Huda, memberikan berbagai macam materi mengenai Pembangunan Air dan Sanitasi Masyarakat serta Program Nasioanal Eco-Masjid. Kedua pembicara juga memberi tahu tata cara bagaimana para calon da’i untuk melaporkan kondisi lingkungan tempat mereka mengabdi. Selain berdakwah, da’i diwajibkan untuk meliput kondisi lingkungan hidup di daerahnya masing-masing. Setelah mengetahui kekurangannya, da’i harus mengisi sebuah formulir yang dibekali oleh MUI dan menginformasikan seperti apa kondisi lingkungan dan kekurangannya. Lalu mengirimnya dengan e-mail atau pos.
Berdasarkan fenomena-fenomena yang ada, memang sudah saatnya umat Islam membutuhkan da’i, ustadz atau ulama yang tidak hanya memahami permasalahan umat dan menyampaikan solusinya hanya berdasarkan dakwah lisan. Namun dakwah itu juga perlu disampaikan dengan tindakan (bil hal). Seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, bahwa banyak hukum Islam yang dilaksanakan dengan tindakan dan perbuatan, sehingga hasil dari dakwah tersebut bisa dirasakan oleh generasi pada saat itu dan mendatang. Tugas da’i untuk tidak hanya mengajak umatnya beribadah wajib saja tetapi juga mengajak membangun dan menyediakan sarana guna tercapainya kesempurnaan ibadah hukumnya pun menjadi wajib. Misalnya bab thaharah (bersuci) saat ini hanya dikenal hanya tata cara bersuci, tapi kurang dikenalkan bagaimana air yang suci dan mensucikan harus tersedia dan dan bagaimana tempat yang suci harus terjaga.
Berdasarkan hal itu MUI memprakarsai pembentukan Da’i Sanitasi. Da’i sanitasi tidak hanya menyampaikan dakwah secara lisan, tetapi juga membimbing umatnya agar sadar tentang pentingnya akses air bersih dan sanitasi. Untuk pendekatan ke umat bisa dijalankan dengan pendekatan dakwah dan sosialisasi pemberdayaan sosial-ekonomi masyarakat secara kultural dan pemenuhan langsung kebutuhan riil umat melalui pemberdayaan harta zakat, infaq, shadaqah dan wakaf untuk pembangunan sara air dan sanitasi masyarakat. Hal ini telah di fatwakan oleh MUI dan telah telah dilakukan Nota Kesepahaman bersama Bappenas, Badan Amil Zakat Nasional dan Badan Wakaf Indonesia.
Agar pendekatan dakwah ini terlaksana dengan maksimal, dibutuhkannya masjid dan pondok pesantren sebagai wadah untuk mendekatkannya. Pada titik inilah peran masjid dan prondok pesantren sangat penting untuk melakukan aksi nyata berdasarkan semangat keislaman.