Indonesia merupakan wilayah dengan tingkat risiko bencana yang tinggi karena secara geologis berada di wilayah tempat bertemunya lempeng Pasifik, lempeng Eurasia, dan lempeng Indo-Australia yang terus bergerak sehingga rawan terjadi gempa bumi. Indonesia juga terletak di garis khatulistiwa yang membuat Indonesia beriklim tropis dengan curah hujan tinggi sehingga berpotensi menimbulkan bencana hidrometeorologi. Bencana dapat menyebabkan timbulnya kesakitan, kematian, kerugian harta, psikologis dan kerusakan lingkungan.
Dalam kondisi bencana, angka kesakitan dan kematian tidak hanya disebabkan oleh dampak langsung saat bencana terjadi. Angka kesakitan dan kematian pada situasi bencana dapat meningkat karena beberapa hal; seperti tidak tersedianya bahan pangan dan obat-obatan yang memadai, keterbatasan akses air bersih serta tempat pengungsian yang kurang layak (sempit, tidak bersih, sanitasi buruk, dsb).
Keterbatasan akses air bersih dan sanitasi pengungsian yang kurang layak dapat mengakibatkan penurunan kualitas kesehatan lingkungan yang berdampak pada kesehatan warga terdampak bencana. Sebagai contoh lokasi pengungsian yang sempit dan terlalu padat serta tidak tersedianya akses air bersih dapat menyebabkan timbulnya penyakit diare dan penyakit kulit serta penyakit bawaan air lainnya.
Dampak buruk tersebut perlu dikurangi dengan melakukan intervensi di sektor Air Minum & Penyehatan Lingkungan (AMPL/WASH) pada situasi bencana di pengungsian. Intervensi AMPL dalam kedaruratan meliputi penyediaan air bersih, pengelolaan tinja, promosi kesehatan, pengelolaan sampah, serta pengendalian vektor. Dengan adanya intervensi AMPL pada situasi darurat diharapkan dapat menjaga kesehatan lingkungan pengungsian sehingga meminimalisir angka kesakitan dan kematian pada warga terdampak bencana.
RedR Indonesia sebagai organisasi yang bergerak untuk terus meningkatkan kapasitas kualitas aksi-aksi kemanusiaan yang berprinsip pada ketersediaan personil yang berkompeten dan berkomitmen kuat dalam merespon kebutuhan kemanusiaan, pada tahun 2019 dan 2020 telah bekerja sama dengan UNICEF untuk melakukan sejumlah pengembangan kapasitas, dalam kedaruratan pada bidang Koordinasi, AMPL, Perlindungan Anak, dan juga Pendidikan. Pada Oktober 2021 sampai dengan Oktober 2022, RedR Indonesia kembali bekerja sama dengan UNICEF di tingkat nasional dan sub-nasional dalam penguatan kapasitas untuk kesiapsiagaan dan tanggap darurat dalam bidang Perlindungan Anak, Pendidikan, AMPL, Perlindungan Sosial Adaptif (ASP), dan Nutrisi.
Dinyatakan dalam Undang-Undang Penanggulangan Bencana Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah koordinator untuk keseluruhan penanganan bencana. Pada tahun 2014, Pemerintah Indonesia, yang dipimpin oleh BNPB, mengadaptasi sistem Pendekatan Klaster Global dari Inter-Agency Standing Committee (IASC) dengan membentuk delapan klaster nasional dalam penanggulangan bencana. AMPL sendiri merupakan salah satu dari delapan sub klaster di bawah Klaster Nasional Pengungsian dan Perlindungan yang dikoordinatori oleh Kementerian Sosial (Kemensos).
Kemensos juga berperan dalam memperkuat kesiapsiagaan dan kapasitas tanggap bencana, serta mengembangkan pedoman dan standar terkait AMPLPDB. Namun, dari segi aspek teknis, AMPL-PDB terbagi dalam beberapa kementerian lain, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang bertanggung jawab untuk promosi kebersihan, pencegahan, pengendalian infeksi. Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan (PUPR) bertanggung jawab dalam penyediaan fasilitas air dan sanitasi.
Selain itu, terdapat pula Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang menangani pemulihan dini dan BNPB yang memimpin koordinasi penanganan bencana secara keseluruhan. Di masa non-bencana, Bappenas dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memimpin Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (POKJA AMPL) atau Kelompok Kerja Perumahan, Pemukiman, Air dan Sanitasi (POKJA PPAS) yang melakukan koordinasi perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi, pembiayaan, dan advokasi kebijakan AMPL di sektor pembangunan.
Anggota Pokja AMPL/PPAS ini mencakup KemenPUPR, Kemenkes, Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dan para LSM yang bergerak di bidang AMPL di sektor pembangunan. Di masa kebencanaan, kurangnya keselarasan fungsional antara kementerian yang berperan sebagai koordinator dan penyelenggara teknis untuk AMPL telah menyebabkan stagnasi dimana masalah yang terkait dengan koordinasi sering berdampak pada efektivitas respons secara keseluruhan, seperti yang ditunjukkan dalam laporan evaluasi untuk respons bencana 2018 oleh BNPB (2018), IFRC (2019), dan AHA Center (2020).
Oleh karena itu RedR Indonesia dan UNICEF mengembangkan modul dan memberikan pelatihan kepada lembaga pemerintah maupun pegiat kemanusiaan yang mencakup bidang AMPL tersebut di tingkat nasional dan daerah. Sasaran di tingkat daerah meliputi 6 (enam) provinsi yaitu Provinsi Aceh, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Pelatihan yang diberikan diharapkan dapat meningkatkan kapasitas lembaga pemerintah, non pemerintah maupun pegiat kemanusiaan khususnya dibidang AMPL serta menjadi sarana untuk memperkuat jejaring/koordinasi antar Lembaga pemerintah serta para pegiat kemanusiaan kaitannya dalam mengaktifkan sub kluster AMPL.
Sumber : https://redr.or.id/pelatihan-ampl-dalam-darurat-bencana/