PEMERINTAH daerah mulai melaporkan adanya kasus diare yang merebak saat musim kemarau. Direktur Jenderal Pencegahan dan Penanggulangan Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono menuturkan kasus diare saat musim kemarau terkait erat dengan kekeringan dan masalah kebersihan di masyarakat. “Kasus diare meningkat meskipun penyebabnya bukan semata musim kemarau dan kekeringan yang terjadi saat ini di Indonesia,” terang Anung ketika dihubungi Media Indonesia di Jakarta pada kemarin. Ia menjelaskan debit dan volume air saat musim kemarau pada umumnya menurun sehingga ketersediaan baik air bersih maupun air minum terbatas. Masyarakat akan cenderung berhemat dalam menggunakan air. Perilaku itu terbawa dalam penggunaan air untuk cuci tangan, buang air besar, dan lain-lain secara bersamaan dengan air yang kotor akan menimbulkan masalah kebersihan serta dampak kurang baik bagi kesehatan. Konsentrasi bakteri seperti Escherichia coli (E coli), lanjut Anung, akan makin tinggi seiring dengan menurunnya debit atau volume air di sungai.
E coli merupakan salah satu bakteri yang menjadi penyebab diare. Hal tersebut menyebabkan risiko penularan dan potensi untuk menjadi sumber infeksi akan semakin besar, dan diperparah dengan debu musim kemarau yang mengandung kuman penyakit. Tak mengherankan kasus diare saat musim kemarau meningkat tajam. Krisis air bersih Kemarau berkepanjangan yang menyebabkan kekeringan juga memicu krisis air bersih dan peningkatan kasus diare di Kabupaten Flores Timur (Flotim), Provinsi Nusa Tenggara Timur. Data Dinas Kesehatan Flotim Provinsi Nusa Tenggara Timur mencatat dalam periode lima bulan, yakni Januari-Mei, terdapat 892 kasus diare yang tersebar di sejumlah wilayah dan puskesmas. Kepala Dinas Kesehatan Flotim Ogi Silimalar melalui Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Sudirman Kia saat dimintai konfirmasi Rabu (21/8) mengakui petugas terus meningkatkan kewaspadaan dan memantau terus kondisi kesehatan warga saat kemarau ini. “Saat ini kami mulai waspada terhadap peningkatan penyakit diare akibat keterbatasan pasokan air bersih. Kemarau saat ini menyebabkan sejumlah mata air mengering dan menurunnya debih air. Diprediksi, kasus diare ini akan bertambah jika kemarau terus berlanjut,” jelas Sudirman.
Lebih lanjut Sudirman menambahkan, dinas kesehatan terus melakukan koordinasi secara rutin dengan rumah sakit dan puskesmas hingga puskesdes untuk terus memperbarui data dan memantau kondisi warga serta pasien. Kementerian Kesehatan pun mengimbau masyarakat untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat. “Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, memakai masker saat berada di luar rumah, dan menjaga daya tahan tubuh dan mengonsumsi sayur dan buah,” jelas Anung. Dokter spesialis anak dr Ariana Dewi Widodo SpA(K) dari Rumah Sakit Harapan Kita menjelaskan penanganan awal diare bisa dilakukan dengan memberikan oralit sebagai pengganti cairan untuk menghindari terjadinya dehidrasi. “Pemberiancairan oralit sebanyak sekitar 10 cc per kilogram beratbadan,” ujar Ariana.
Sumber: https://mediaindonesia.com/humaniora/254940/sanitasi-buruk-picu-merebaknya-diare