Sistem sanitasi terpadu dibutuhkan saat ini mengingat keterbatasan lahan perumahan dan kurangnya pemahaman akan sanitasi yang baik suatu permukiman. Tempat Pembuangan Air limbah dibuat secara terpadu yang digunakan untuk menampung air limbah sejumlah rumah. Demikian dikatakan Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (PPLP) Ditjen Cipta Karya Departemen PU Susmono Susmono akhir pekan lalu di TVRI.
Susmono mengatakan, pengertian sanitasi dalam dalam arti sempit, yakni air limbah rumah tangga. Persampahan adalah bagian dari sanitasi lingkungan karena merupakan sisa limbah padat yang keluar dari rumah tangga permukiman.
“Masalah yang kita hadapi, tidak semua rumah memiliki tempat sampah yang memadai. “ujar Susmono.
Penanganan sanitasi dan persampahan mulai membaik sejak tahun 1980-an hingga tahun 1990-an. Namun, dengan adanya perubahan/ otonomi daerah, pemerintah menyerahkan kewenangan kepada Pemda Kabupaten/Kota sehingga pembinaan dinilai kurang. Oleh karena itu, pemerintah pusat melakukan pembinaan kembali.
“Jika kota tidak padat dan halaman rumah luas, masalah persampahan bisa diselesaikan di rumah.” Kata Susmono.
Kenyataannya saat ini, permukiman di perkotaan padat, sehingga perlu campur tangan pemerintah. Masyarakat tidak memiliki kemampuan untuk mengatasi limbahnya sendiri. Sebaiknya ada prasarana yang disiapkan sendiri baik oleh masyarakat maupun pemerintah.
Beberapa percontohan sudah dilakukan oleh Departemen PU seperti kota terpadu, Jakarta sudah memiliki percontohan yang terpadu di Kawasan Kuningan. Daerah segitiga emas kuningan sudah dilengkapi sarana perpipaan. yaitu semua air limbah masuk ke satu tempat.
Dalam upaya penanganan masalah sanitasi rumah tangga, Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang), Departemen PU memiliki produk Biofil. Dengan Biofil, air limbah tidak perlu diresap tanah, sehingga tidak perlu dikhawatirkan jarak antara septic tank dan sumber air. Produk tersebut akan dipasarkan.
Sementara itu, terkait dengan persampahan, penanganan sampah harus ditangani dari sumbernya. Susmono menjelaskan, di Surabaya, masyarakat mengurangi sampah ke Tempat Pembungan Akhir (TPA) dengan menjual sampah yang dapat didaur ulang. Sedangkan di Sragen, warga yang membuang sampah dengan dicampur akan dikenakan retribusi. Namun warga yang memilah sampah dan dapat didaur ulang akan dibeli.
Sumber : http://ciptakarya.pu.go.id/water/post.php?q=179-Sistem-Sanitasi-Terpadu-Sesuai.html